Mendaki Rinjani #2: Sebuah Ujian Bernama Rinjani

16:31 Ilham Firdaus 2 Comments

Selesai mengurus simaksi, kami packing ulang barang bawaan. Setelah memastikan nggak ada barang yang tertinggal, kami siap untuk mendaki. Mas Setiawan yang sedari tadi menunggu, kami pamiti. Yogi menitip pesan kepadanya supaya nanti 4 hari lagi menjemput di Senaru. Dia pun pamit untuk pulang dan meneteskan sebutir air mata, dia sedih melepas keberangkatan Yogi. Maklum, ini pendakian perdana bagi Yogi.

Rencana kami akan ngecamp di Plawangan Sembalun. Saya sempat tanya-tanya sama rangernya TNGR. Dia menyarankan kami untuk camp di pos 1 atau pos 2. Khusus di pos 2, disitu ada sumber airnya. Karena jarak ke Plawangan Sembalun jauh banget dari Sembalun Lawang. Setelah didiskusikan kami putuskan tetap pada rencana awal kami. Tapi kalau emang kondisi kami udah drop dan nggak bisa lanjut, kami akan camp disitu juga.
taman nasional gunung rinjani
Kami memulai pendakian sekitar jam 11 WITA. Saya dapat firasat nggak enak. Jam-jam segitu matahari udah ada di atas kepala, lagi panas-panasnya. Perjalanan diawali melewati jalan beraspal yang udah berlubang-lubang. Dari situ, saya udah di perlihatkan pemandangan yang luar biasa. Rinjani di depan mata! Semangat saya berapi-api. Gunung yang selama ini saya impikan untuk saya daki, akhirnya saya bisa bermesraan dengannya beberapa hari kedepan. Tapi setelah di pikir-pikir, jarak kami saat itu dengan Rinjani masih jauuuh. Jauh di mata, tapi dekat di hati. *langsung loyo*

gunung rinjani
Rinjani jauh di mata

Setelah jalan aspal habis, kami memasuki jalan makadam yang kanan-kirinya adalah ladang milik warga setempat. Baru aja kami jalan beberapa menit, Idang perutnya bermasalah. Pengen boker. Alhasil kami menepi sebentar nunggu Idang memenuhi panggilan alamnya. Untungnya disitu banyak semak-semak yang rimbun, jadi dia bisa boker tanpa kelihatan.

sembalun lawang
Idang sembunyi di balik semak-semak

Perjalanan dilanjut, kami memasuki trek dengan jalan setapak berdebu dan padang savanna disekelilingnya. Wah, saya excited banget. Saya sering lihat foto orang di Rinjani, salah satunya di padang savanna-nya ini. Di foto-foto itu terlihat keren abis padang savanna-nya, fotogenik banget. Membayangkannya saja saya serasa ada disana. Nikmat sepertinya, tiduran di padang rumput nan luas sambil memandang awan yang terbang bebas di langit. Ahh.. dulu itu cuma angan-angan.

Lalu saat saya benar-benar ada disana, nyata, bukan hanya lamunan. Saya berubah pikiran, saya ogah lama-lama di padang savanna. Panasnya bukan main. Matahari sedang menguji kami, membakar habis kami semua yang sedang ndaki Rinjani. Emang sih pemandangannya keren banget. Tapi jangankan foto-foto, berhenti sebentar aja nggak mau. Pengennya cepat-cepat nyari tempat yang teduh untuk istirahat.

Nahasnya, kami nggak nemu tempat yang teduh. Namanya juga padang savanna, padang rumput. Isinya ya rumput semua. Kalau pun ada pohon itu jarang banget. Sekalinya nemu jaraknya jauh dari jalur. Maklum, kami mendaki di bulan Agustus. Puncaknya musim kemarau, lagi panas-panasnya. Kesalahan kami juga nggak bawa sunblock, alhasil kulit kami terbakar, mengelupas. Terutama kulit di wajah.

padang rumput rinjani
Padang Savanna

padang rumput rinjani
Hamparan padang rumput

Dari info yang saya dapat, Sembalun Lawang ke pos 1 itu sekitar 3 jam. Dan info itu benar, kami tempuh sekitar 3 jam. Tapi kondisi di lapangan serasa lama banget. Meskipun medannya bisa dibilang landai, nggak menanjak. Tapi jaraknya itu jauh. Mana panas, dan itu bikin cepat haus. Alhasil, persediaan air menipis dengan cepat.

Jam 2 WITA kami sampai di pos 1 dengan kondisi 5L. Lesu, loyo, lelah, lieur dan lapaaar. Disitu ada beberapa bangunan yang bisa digunakan untuk isirahat. Dan yang paling penting terhindar dari sengatan matahari. Fiuh, akhirnya dapat tempat berteduh juga. Di pos 1 kami mengisi perut dulu sebelum lanjut perjalanan.

pos 1 gunung rinjani
Makan siang pos 1

Selepas pos 1, medannya nggak jauh beda dari sebelumnya. Sejauh mata memandang cuma padang savanna. Matahari juga masih menggelantung diatas kepala kami. Nggak lama setelah meninggalkan pos 1, kami melihat pos 2 di kejauhan. Awalnya saya nggak percaya, tapi kami yakin yang kami lihat adalah bangunan untuk istirahat seperti yang ada di pos 1. Pada akhirnya saya percaya, karena sekitar 30 menit kemudian kami sampai di pos 2

Suasananya ramai, banyak pendaki yang istirahat dan sedang mengisi stok air. Ya, selain di Plawangan Sembalun, di pos 2 juga ada sumber air. Disini kami juga mau refill persediaan air. Tapi karena musim kemarau, air yang mengalir kecil. Akibatnya mau ngisi air harus ngantri. Untuk ngisi satu botol 1.5L aja lama banget. Harus sabar, orang sabar di sayang Tuhan.

sumber air pos 2 rinjani
Sumber air pos 2

pos 2 gunung rinjani
Jembatan di pos 2

Kemudian kami lanjut perjalanan lagi ke pos 3. Medannya masih sama, bedanya matahari udah nggak segalak sebelumnya. Lumayan. Sejam kemudian kami sampai di pos 3, saya senang banget, target kami udah dekat. Disitu juga kami ketemu sama teman kami dari Tasik. Mereka lagi istirahat. Akhirna katimu oge Mang, nya. Sambil ngobrol-ngobrol, saya baru tau kalau disitu bukan pos 3, tapi pos bayangan. Elah, ngapain juga ada pos bayangan coba. Kan PHP banget, udah seneng-seneng taunya bukan pos 3.

Tapi pos 3 nggak jauh dari situ, sekitar 10-15 menit jalan nyantai. Di pos bayangan kami lanjut duluan, karena Mamang Tasik masih masak-masak. Sesampainya di pos 3, kami di sambut oleh saudara jauh Idang. Wih, Idang emang keren, di Rinjani aja punya saudara. Ya, dia adalah kera. Nggak tau awalnya kapan dan darimana, kalau lagi naik gunung terus ketemu monyet pasti identik dengan Idang. *peace ah*

kera di pos 3 rinjani
Lucu yah

Dari sini, kami dihadapkan pada satu rintangan terakhir sebelum Plawanan Sembalun. Rintangan yang bakal menjatuhkan mental siapapun jika tidak punya tekad yang kuat. Ya, dialah Bukit Penyesalan. Ada 7 bukit yang akan menguji para pendaki. Ngomongin soal penyesalan, menyesal itu selalu ada di akhir. Tapi nggak dengan bukit ini. Dijamin nyesel di awal! Dengan trek menanjak yang tak ada habisnya dan melewati 7 bukit sungguh bukan perkara yang mudah.

Gara-gara keseringan break, kami sampai kesusul sama Mang Tasik. Dia bilangnya sih gini waktu ketemu di pos bayangan, “Urang mah nyantai wae lah, maklum faktor U. Sok weh nu ngora mah tipayun”. Iya sih bilang begitu, tapi tau-tau udah nyusul aja. Di bukit penyesalan pula. Tapi sepertinya perkataan dia benar, setelah berhasil nyusul kami sekali. Mereka nggak pernah muncul lagi batang hidungnya. Mereka pasti memutuskan ngecamp di tengah perjalanan.

Sampai langit menjadi gelap pun kami masih di tengah perjalanan dan nggak tahu masih seberapa jauh ke Plawangan Sembalun. Mana nggak banyak pendaki yang ndaki di sekitar kami, cuma ada 2 rombongan yang masih berjuang seperti kami.

Hari semakin malam tapi kami belum sampai juga. Kondisi fisik udah lelah banget, tiap kali break bawaannya pengen tidur. Apalagi kalo merem, pasti ketiduran saking capeknya. Saifud yang paling drop, tiap break dia merem dan ketiduran. Tapi terus kami semangati.

Hingga akhirnya di sebuah tanjakan yang nggak terlihat ujungnya terdengar suara. Bukan suara lolongan srigala apalagi suara kentut. Ya, itu suara orang. Di ujung tanjakan itu pasti Plawangan Sembalun, saya yakin. Dan benar saja, itu Plawangan Sembalun. Akhirnya kami sampai juga setelah menghadapi bukit penyesalan selama 6 jam! Jam 10 malam WITA kami mengakhiri perjalanan hari itu. Dengan rasa lega, bukan penyesalan.

Tanpa pikir panjang, kami langsung mendirikan tenda nggak jauh dari tanjakan terakhir. Langsung menghadap Danau Segara Anak. Luar biasa. Kami sempatkan makan malam dan membuat api sebelum tidur. Saya membuat api ala kadarnya, cuma bakar kertas dan sampah yang ada.

makan malam di plawangan sembalun
Makan malam


Setelah melalui perjalanan nyaris 12 jam di uji oleh trek Rinjani yang tanpa ampun, nggak bisa dibohongi kondisi kami sangat lelah. Udah nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Maka seketika itu pula kami pergi ke dunia lain. Dunia mimpi.

2 komentar: