Backpacking Kuala Lumpur & Singapura #1: Pertama Kali Naik LRT dan... Nyasar!

11:32 Ilham Firdaus 0 Comments


Dulu saat belum tau backpacking, saya selalu mengira kalau traveling ke luar negeri itu bakal habis belasan hingga puluhan juta rupiah. Bisa saja memang kalau traveling ke eropa atau USA yang berbiaya hidup tinggi. Dan travelingnya pun sebulan. Haha. Tapi serius, dulu saya berpikir bakal menghabiskan banyak duit meski itu traveling ke negara tetangga.

Tapi itu dulu, kini setelah saya kenalan sama yang namanya backpacking. Jalan-jalan ke luar negeri itu murah kok, apalagi ke negara-negara tetangga sesama ASEAN. Maret 2017 lalu, saya baru saja dari Malaysia – Singapore selama 4 hari dan hanya habis sekitar 1 jutaan. Membengkak menjadi IDR 1500K akibat beli oleh-oleh dan kejadian tak terduga yang nanti bakal saya ceritakan. Also, belum termasuk tiket pesawat Surabaya – Kuala Lumpur PP sekitar IDR 400K. Tapi itu belinya 1 tahun sebelum keberangkatan, alias beli pada Maret 2016. Maklum tiket promo belinya harus jauh-jauh hari. Hehehe.

Di postingan ini saya hanya akan bercerita tentang perjalanan selama di Kuala Lumpur dan Singapura. Untuk itinerary dan rincian pengeluaran serta masalah teknis lainnya selama disana akan saya buat terpisah. So.. cekidot!!!

Minggu, 5 Maret 2017
Saya traveling ke KL & SG ini tidak sendirian. Bersama teman kampus, Yogi, yang sebelumnya juga sering traveling bareng. Bahkan mendaki ke Argopuro hanya berdua saja. Itu pun hanya sampai ke Telaga Taman Hidup. Hahaha.

Kami berangkat dari Bandara Juanda Surabaya hari Senin pagi dengan tujuan Kuala Lumpur. Yap. Itulah alasan kenapa saya bisa dapat tiket murah! Beli setahun sebelum keberangkatan + weekdays. Inget-inget, Itu tipsnya. Nah kami sendiri memilih berangkat minggu malamnya dari Malang. Berkat pengalaman ngemper di Bandara Soehat Jakarta beberapa waktu lalu, saya jadi berpikir hal yang sama di Juanda. Toh, ngemper di stasiun, terminal bahkan alun-alun saja saya pernah. Apalagi di bandara, pasti bisa lah.

Waktunya bobooo

Tidur di bandara memang pilihan terbaik kalau dapat waktu keberangkatan yang super pagi, jam 05.00! Tinggal pasang alarm jam 4 => bangun => cuci muka => check in => naik pesawat => lalu tidur lagi. Enak kan? Meski pada akhirnya kami kebangun jam 3 karena bandara jadi sangat ramai ketika kedatangan jamaah yang akan berangkat umroh satu pesawat dengan kami.

Berangkaaaat

Senin, 6 Maret 2017
Ini penerbangan pertama saya ke luar negeri. Bedanya dengan penerbangan domestik adalah pemeriksaan imigrasi. Disini akan dicek identitas penumpang berupa passport. Bukan ktp, sim atau kartu mahasiswa ya! Karena itu semua nggak berlaku kalau dibawa ke luar negeri. Hehehe. Belum punya passport? Baca tulisan saya untuk membuat passport dengan cepat secara online.

Siapin paspor pas pemeriksaan imigrasi

Setelah melakukan check in, kami tidak langsung ke gate. Melainkan menuju imigrasi untuk di-cap halaman pada passportnya. Kemudian baru ke gate keberangkatan dan naik pesawat. Begitu duduk di kursi pesawat. Saya langsung memilih tidur. Semalaman tidur dikursi bandara sama sekali tidak nyaman. Keras bosque. Kasihan tulang belakang. Tapi ya namanya backpacking, semua kenyamanan perlu disingkirkan demi budget seminimal mungkin. Iya gak? Hehehe!

FYI, waktu di Kuala Lumpur itu lebih cepat 1 jam dari zona WIB Indonesia. Atau sama seperti zona WITA. Saya sendiri baru mengetahui itu ketika tiba disana. Pada tiket tertera berangkat dari Bandara Juanda jam 5.40 dan tiba di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2) jam 8.50. Tetapi saat melihat jam yang terpampang di area bandara menunjukkan jam 10.00. Begitu pula jam di smartphone yang ikut berubah ketika tersambung ke WiFi bandara. Saya nggak begitu mengerti soal kebijakan zona waktu disana. Padahal kalau dilihat letak geografisnya dan ditarik garis lurus, Kuala Lumpur sejajar dengan Pekanbaru di Indonesia yang masuk zona WIB. Entah bagaimana kebijakan pemerintah Malaysia dalam menentukkan zona waktunya.

Ini salah satu yang dicari backpacker, air minum gratis!

Setibanya di bandara, kami berdua langsung mengabari orang tua masing-masing. Maklum lagi di negeri orang, jauh dari rumah. Setiap kali ketemu WiFi kami selalu internetan sekedar mengabari keluarga dan update instastory. Hehehe. Namanya juga backpacking. Kalau bisa gratisan, ngapain harus beli kartu sim lokal kan? Lagi pula nggak ada budget untuk beli juga. Wkwkwks.

Keluar dari KLIA2, kami memesan tiket bus menuju pusat kota Kuala Lumpur. Asyiknya bus disana sudah terintegrasi dengan bandara. Jadi kami membelinya pada loket resmi yang ada di dalam bandara. Jadi nggak ada calo-calo rese yang suka maksa gitu. Harganya pun beragam berdasarkan armada dan kelas busnya. Tentu kami cari yang paling murah dong! Saat itu kami naik bus Starshuffle dengan harga MYR 12/orang.FYI, 1 ringgit sekitar 3000 rupiah kalau dibulatkan.

Tujuan kami yang pertama adalah Batu Caves. Dari KLIA2, kami transit dulu di KL sentral untuk ganti kendaraan. Di pusat Kuala Lumpur, transportasi yang diminati dan paling efektif adalah LRT (Light Rail Transit) dan Monorail. Untuk ke daerah yang agak jauh dari pusat kota, termasuk Batu Caves, dapat menggunakan KTM (Kereta Tanah Melayu). Dan semuanya sudah terintegrasi dengan baik, sehingga sangat memudahkan para penggunanya.

Map LRT – Monorail - KTM

Benar, sistem transportasi disana sangat memudahkan. Tapi… harus ngerti rute dari tiap-tiap LRTnya itu sendiri. Jangan sampai kejadian seperti kami. Yap. Akibat nggak begitu paham bagaimana rutenya, yang ada kami malah nyasar! Salah naik LRT. Itu terjadi saat pergi ke Batu Caves menggunakan KTM. Jadi di KL Sentral terdapat 1 jalur rel KTM yang menuju ke arah Batu Caves dan Tanjung Malim yang digunakan bersama. Nah akibat ketidaktahuan, begitu ada KTM yang datang kami langsung naik. Padahal KTM yang baru datang tersebut menuju ke Tanjung Malim.

Kami baru menyadari selepas stasiun Putra. KTM yang seharusnya melaju lurus (berdasarkan peta LRT), kenapa jadi ada tikungan? Lalu yang bikin tambah yakin kalau kami nyasar adalah pemberhentian setelah stasiun Putra seharusnya stasiun Sentul. Tapi… KTM malah berhenti di stasiun Segambut. Fix kami nyasar! Menyadari hal itu kami langsung turun dan putar balik ke stasiun Putra. Kemudian naik KTM lagi dengan tujuan Batu Caves. Kali ini benar, karena kami plototin tuh lampu led yang berisi informasi tujuan KTM yang baru datang. Hadeuh belum apa-apa udah nyasar. Yang harusnya naik KTM cukup sekali, ini malah jadi 3 kali! Edyan.

Baca peta biar gak nyasar lagi

Begitu tiba di kawasan Batu Caves, first impression saya adalah rame banget dan puuanasss! Yang pertama kali menarik perhatian adalah landmark dari Batu Caves, yaitu patung Dewa Murugan tertinggi di dunia (42.7 meter). Dibelakangnya adalah Batu Caves itu sendiri yang merupakan sebuah bukit kapur dengan serangkaian gua yang berfungsi sebagai kuil umat Hindu.

Difotoin sama si Jahid

Sebelum memasuki Batu Caves harus menaiki 272 anak tangga! Mampus! Sebenarnya biasa aja sih. Tapi yang jadi masalah adalah matahari lagi panas-panasnya. Apalagi masing-masing kami bawa backpack ukuran 25L yang terisi penuh oleh perlengkapan traveling. Kombinasi panas dan beban di punggung benar-benar mimpi buruk. Namun, apalah arti petualangan kalau kita tidak meng-explore. Ngapain jauh-jauh ke Batu Caves dari Malang kalau cuma foto-foto di depan patung Dewa Murugan. Dengan tekad yang kami miliki, perlahan tapi pasti kami mulai menapaki satu per satu anak tangga yang berjumlah 272 tersebut. Sedikit saran, lebih baik ke Batu Caves pada pagi atau sore hari. Karena kalau siang bolong saat matahari menggantung tepat di atas kepala.. beuh! Menyiksa!

Yakin mau naik siang hari?

Terdapat tiga gua utama dan beberapa gua kecil pada bukit kapur ini. Kami hanya mendatangi Main Cave yang digunakan sebagai kuil umat Hindu. Terdapat ukiran-ukiran pada batu, gambar-gambar tradisional hindu hingga patung Dewa Murugan yang berukuran kecil. Cahaya matahari menerobos dinding gua melalui celah-celah kecil yang ada di atasnya. Main cave ini memiliki kedalaman yang luas. Oleh karena itu, area ini digunakan sebagai tempat utama berlangsungnya upacara umat Hindu.

Cahaya dari celah-celah gua

Kuil di dalam gua

Sebelum turun, kami singgah ke depan pintu masuk Dark Cave. Yap, hanya mampir doang. Lihat-lihat. Karena untuk masuk kesana perlu biaya lagi. Dan kami tidak ada budget untuk itu. Heuheu. Padahal sepertinya asyik. Dark Caves menawarkan tur rasa-rasa adventure ke dalam gua yang diseratai edukasi sains. Gua ini juga merupakan habitat salah satu laba-laba langka di dunia, Trapdoor Spider. Hati-hati jangan sampai kena gigit. Nanti jadi sapiderman!

Map Dark Cave

Yang menambah suasana semakin menarik dikawasan Batu Caves adalah keberadaan Kera ekor panjang. Haduh emang ya jenis monyet satu ini dimana-mana ada. Di gunung ada, di pantai, di Plangon banyak, kali ini jauh-jauh ke Batu Caves ketemu juga. Dan satu kemiripan dari semua kera ini dimanapun, bandel! Yep. Mungkin kebiasaan diberi makan oleh orang, monyet-monyet ini jadi aggressive pada wisatawan. Hati-hati aja dengan barang bawaan, karena mereka dengan senang hati akan mencurinya jika anda lengah. Hahaha!

Gak asing kan sama tenyom ini?

Setelah puas berkeliling dan capek serta panas yang utamanya sih, kami cabut dari Batu Caves. Tujuan kami selanjutnya adalah Masjid Jamek dan Kuala Lumpur City Gallery! Eh, Petronas Twin Tower juga deng. Hehehe!
Okehh 2 be continued yaa..


Patung Hanoman

Panorama dari Batu Caves

Apa tuh?

0 comments: